SIBERKITA.COM, KOLAKA— Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara mendatangi lokasi tambang PT Toshida Indonesia di kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka.
Kedatangan KPK dan penyidik Kejati Sultra pada tanggal 10 dan 11 Agustus 2021 itu melibatkan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra dan Ahli Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dikutip dari Kompas.com, Pelaksana juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pemeriksaan tersebut merupakan tindak lanjut penanganan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) PT Toshida.
“Pada perkara ini diduga kerugian negara mencapai lebih dari Rp 168 miliar yakni dari PNBP yang tidak dibayarkan PT Toshida sejak perusahaan tersebut mulai beroperasi pada tahun 2009 hingga tahun 2020,” kata Ali, dalam keterangan tertulisnya kepada media, Jumat (13/8/2021).
Diungkapkan Ali, selama aktivitas penambangan dalam tahun 2009 hingga 2020, PT Toshida tidak pernah membayar PNBP IPPKH. Akibatnya kementerian LHK mencabut izin PT Toshida.
Tapi setelah pencabutan izin, PT Toshida masih tetap melakukan penambangan dan kegiatan operasional berdasarkan pada RKAB dari Dinas ESDM Sultra untuk PT Toshida.
“Dalam penanganan perkara ini direktorat Korwil IV KPK memberi dukungan dan pendampingan kepada Kejati Sulawesi Tenggara,” tambah Ali.
KPK juga memfasilitasi dukungan keterangan ahli yang dibutuhkan oleh penyidik Kejati Sultra yang dilakukan sejak Senin hingga Jumat pada 9-13 Agustus 2021.
“KPK harap perkara bisa segera dituntaskan,” lanjut Ali.
Tidak hanya sampai disitu, KPK juga memantau sidang praperadilan yang diajukan tersangka BN, mantan pelaksana tugas Kepala Dinas ESDM Sultra.
Rangkaian kegiatan KPK lanjut Ali, juga sebagai bentuk dukungan KPK terhadap penyelamatan sumber daya alam dari para pihak yang melakukan kegiatan penambangan ilegal.
Dengan demikian, penyelamatan sumber daya alam dapat dioptimalkan bagi kepentingan masyarakat.
“Dampak tindak kejahatan di sektor SDA bukan hanya merugikan keuangan negara, namun jauh lebih luas lagi yaitu berkaitan dengan bencana alam dan kualitas hidup masyarakat serta kerusakan lingkungan,” pungkasnya.(Irfan Kamil)