SIBERKITA.COM, KOLAKA— Wacana pengambilalihan lokasi dan bangunan bekas kantor dan Rujab pertama bupati Kolaka di kawasan pelabuhan Kolaka sempat disuarakan oleh Bupati Kolaka Ahmad Safei.
Wacana tersebut setidaknya mulai digaungkan pada masa-masa awal periode pertama kepemimpinannya bersama Muhammad Jayadin.
Namun tampaknya upaya pengambilalihan bekas kantor bupati Kolaka itu sangat rumit dan butuh proses panjang karena kawasan tersebut sudah menjadi aset PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry.
Dalam wawancara melalui sambungan selular beberapa waktu lalu, Kepala Bappeda Kolaka Syamsul Kadar justru menilai wacana pengambilalihan eks kantor bupati sulit diwujudkan.
Pendapat tersebut dikemukakan Syamsul Kadar menanggapi permintaan sekaligus dukungan DPRD kepada Pemda agar melakukan upaya pengambilalihan.
“Sebenarnya sudah pernah kita menyurat ke ASDP untuk ambil alih, take over atau apalah namanya tapi perkembangan pembicaraan belum ada sampai ke tindak lanjut,” ungkap Syamsul Kadar, Selasa (6/4/2021) lalu.
Diakui Kadar, eks kantor bupati yang sudah puluhan tahun beralih menjadi aset PT ASDP sangat berarti bagi masyarakat Kolaka karena. Itu karena di gedung nasional tersebut bupati Kolaka pertama, Jacob Silindae dilantik pada tahun 1960.
Tidak hanya itu, pada lokasi tersebut pernah tersimpan berbagai peninggalan sejarah perjuangan kemerdekaan RI sejak masa penjajahan Belanda.
Karena itu Pemda Kolaka kata Syamsul Kadar, berencana melakukan pendekatan agar lokasi eks kantor bupati dimaksud bisa dimaksimalkan pemanfaatannya, setidaknya menjadi situs sejarah atau cagar budaya.
Diungkapkan Kadar, beberapa waktu lalu tim dari Pemda Kolaka pernah melakukan pertemuan singkat dengan salah satu direktur PT ASDP di Jakarta.
Salah satu topik pembahasan kala itu adalah pemanfaatan kawasan eks kantor bupati Kolaka menjadi destinasi wisata sejarah atau cagar budaya.
Dalam pertemuan itu pihak ASDP ternyata sangat mendukung keinginan tersebut. Bahkan petinggi di BUMN bidang perhubungan itu menyatakan siap membantu mewujudkan harapan masyarakat Kolaka, tanpa harus melepaskan lokasi yang telah menjadi aset mereka.
Dari hasil pertemuan dengan petinggi ASDP itulah kemudian disimpulkan, untuk mengambil kembali kawasan eks kantor bupati Kolaka akan sangat rumit bahkan hampir pasti tidak bisa diwujudkan.
Namun PT ASDP kata Kadar, menawarkan solusi dilakukannya kerja sama dengan Pemda Kolaka.
Ada beberapa alternatif kerja sama yang bisa dilakukan antara Pemda Kolaka dengan PT ASDP, lanjut Kadar.
Salah satunya; PT ASDP akan membangun serta revitalisasi kawasan pelabuhan. Sementara pengelolaan situs bersejarah yang ada di dalamnya diserahkan kepada Pemda Kolaka.
Jika nantinya semua item bisa disepakati Pemda akan melibatkan kementerian pariwisata dalam hal pembiayaan serta pengembangan kawasan wisata eks kantor bupati itu untuk diintegrasikan dengan rencana pembangunan Water Front City (WFC).
Kawasan WFC itu ungkap Kadar akan mencakup rumah adat Mekongga, jembatan “warna warni”, kawasan videotron (pantai Mandra), hingga taman laut yang pengelolaannya satu paket dengan kawasan wisata pelabuhan dan museum.
“Jadi kemungkinan kedepan kita tidak lagi bicara soal mengambil alih bekas kantor bupati. Lokasi itu tetap berada dalam penguasaan ASDP tapi kita minta kewenangan mengelolanya sebagai kawasan wisata sejarah. Mungkin modelnya akan sama dengan master plan pengelolaan pelabuhan Bakauheni Lampung,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kolaka Syaifullah Halik menyampaikan pokok-pokok pikiran DPRD Kolaka pada awal pembahasan perubahan RPJMD 2019-2024, beberapa waktu lalu.
Salah satu pokok pikiran itu yakni dukungan DPRD kepada Pemda Kolaka untuk mengambil alih kawasan eks kantor bupati Kolaka yang kini dikuasai PT ASDP.
Menurut Syaifullah eks kantor bupati tersebut merupakan representasi perjalanan sejarah Kabupaten Kolaka sejak jaman sebelum kemerdekaan hingga era pembangunan saat ini.
Untuk diketahui bekas kantor bupati Kolaka pertama yang berada dalam satu kawasan dengan kantor Polsek KPPP telah berpindah tangan dari Pemda Kolaka kepada ASDP pada 1985 saat Kolaka dipimpin bupati ke-4, Sangkala Manomang.
Selain kantor bupati, pada lokasi bekas aset Pemda Kolaka di kelurahan Latambaga, kecamatan Latambaga itu juga berdiri kokoh rumah jabatan pertama bupati yang ditempati oleh Jacob Silondae, Letkol (pur) Lapase, dan bupati ketiga Kolaka Letkol (pur) Muhammad Nur.
Andi Adha Arsyad, salah seorang pemerhati sejarah Kabupaten Kolaka mengungkapkan; selain kantor dan rumah jabatan bupati, di lokasi yang kini menjadi area kantor dan rumah dinas pejabat PT ASDP tersebut pernah berdiri sebuah bangunan penjara milik Belanda.
Hingga era kemerdekaan, bangunan penjara berstruktur kayu itu masih digunakan sampai tahun 1970-an, dan menjadi Rumah Tahanan (Rutan) pertama di Kolaka, sebelum pindah ke lokasi sekarang di Jalan Pendidikan, kelurahan Balandete.
“Selain itu ada juga bangunan penjara yang dibangun tentara Jepang di Pomalaa. Tapi cikal bakal rumah tahanan yang ada sekarang sebelumnya berdiri di lokasi sekitar kantor bupati pertama itu,” ungkap mantan ketua DPD II KNPI Kabupaten Kolaka yang juga putra pelaku sejarah, Andi Muh Arsjad Toparelleseng. (eat)