SIBERKITA.COM, KOLAKA–Forum Swadaya Daerah (FORSDA) Kolaka menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka, Senin (15/11/2021).
Dalam aksinya, FORSDA yang dimotori Jabir Luhukuwi dan Mansiral Usman mendesak Kejari memproses mantan Ketua DPRD Kolaka Sainal Amrin dan mantan Kasubbag Perencana DPRD Kolaka Sarnelianti Dasir dalam kasus korupsi dana rutin DPRD Kolaka tahun 2019-2020.
Untuk diketahui, dua nama tersebut terungkap dalam kesaksian M, bendahara rutin DPRD Kolaka yang menjadi terdakwa dalam perkara korupsi di Pengadilan Tipikor Kendari, pekan lalu.
Atas kesaksian terdakwa tersebut, FORSDA yakin Sainal Amrin dan Sarnelianti Dasir turut menikmati hasil tindak pidana sehingga layak dijadikan tersangka seperti dua terdakwa sebelumnya MT dan M.
“Ini fakta persidangan, sangat jelas dari keterangan terdakwa M di pengadilan bahwa SA (Sainal Amrin) menerima Rp 500 juta dan SD (Sarnelianti Dasir) menerima Rp 300 juta. Kita minta penjelasan dan menuntut keadilan dalam perlakuan hukum,” ungkap Jabir.
Setelah menggelar orasi selama hampir 40 menit di Jalan Poros Pemuda dan di pelataran kantor Kejari, 5 perwakilan pengunjukrasa akhirnya diterima oleh Kepala Kejari Kolaka Indawan Kuswadi di ruang media center.
Dalam pertemuan dengan Kepala Kejari, Jabir dan Mansiral kembali mempertanyakan pertimbangan hukum penyidik tidak memproses Sainal Amrin dan Sarnelianti Dasir.
“Ada pemberian uang Rp 500 juta kepada Sainal Amrin, ada juga Rp 300 juta kepada Sarnelianti Dasir,” kata Jabir mengulangi pernyataan orasinya.
Suasana sempat mewarnai jalannya pertemuan ketika Mansiral dari pihak pengunjukrasa menyela penjelasan Kajari dengan kalimat yang terkesan sarkastis :  “kita dikasih kuliah hukum”.
Namun suasana ketegangan bisa diredakan kembali oleh Kajari Indawan dengan menawarkan kopi serta membolehkan perwakilan pengunjukrasa merokok.
Setelah ketegangan bisa dikendalikan, Kajari Indawan akhirnya mengungkapkan, pihaknya tidak pernah mendengar aliran dana Rp 500 juta dari terdakwa M kepada Sainal Amrin. Baik di persidangan maupun saat proses penyidikan.
“Karena kalian menyinggung fakta persidangan maka saya terpaksa mengungkapkan ini. Tidak ada uang Rp 500 juta. Yang ada Sainal Amrin meminjam uang Rp 20 juta kepada M, tapi itu tidak dikembalikan karena M memang punya utang Rp 100 juta kepada Sainal Amrin,” ungkap Kajari.
“Jadi dari mana hitungannya itu, sejak awal penyidikan tidak ada itu Rp 500 (juta) dan pada fakta persidangan juga begitu. Terdakwa M membenarkan dan tidak menyatakan keberatan,” tambah Indawan.
Menjawab kecurigaan pengunjukrasa bahwa Kejari tidak adil dalam menerapkan hukum, dengan lebih menitikberatkan “beban” kasus di pundak mantan Sekwan “MT” dan mantan bendahara “M”, Kajari Indawan dengan tegas menyatakan hal itu salah.
“Dalam kasus ini kita melihat siapa yang paling bertanggungjawab. Dalam hal ini Sekwan lah yang paling bertanggungjawab karena dia adalah kuasa pengguna anggaran. Begitu juga bendahara yang harusnya tidak mengeluarkan uang kalau tahu itu melanggar,” tegas Indawan.
Setelah melalui ketegangan, pertemuan antara pengunjukrasa dengan kepala Kejari Kolaka berakhir dengan aman. Para pengunjukrasa membubarkan diri dengan tertib.
Untuk diketahui, kasus korupsi dana rutin DPRD Kolaka yang menyeret mantan Sekwan “MT”, dan bendaharanya “M” sebagai pesakitan di PN Tipikor Kendari diduga merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp 3,9 miliar rupiah.
Kerugian negara itu berasal dari penggunaan anggaran untuk membiayai kegiatan fiktif atau pembelian jasa dengan modus mark up dalam tahun 2019 hingga 2020,
Kerugian negara sebesar itu berasal dari belanja makanan dan minum dan tamu yang diduga fiktif atau di mark up lebih dari Rp 2,7 miliar, serta belanja perjalanan dinas luar dan dalam daerah yang diduga fiktif lebih dari Rp 1,1 miliar.
Selama proses penyelidikan dan penyidikan, beberapa anggota dan mantan anggota DPRD, serta staf sekretariat diminta mengembalikan dana yang sebelumnya mereka terima dari tersangka M.(eat)