SIBERKITA.COM, KOLAKA— Proyek penimbunan sarana prasarana olahraga di kecamatan Latambaga, kabupaten Kolaka senilai lebih dari Rp 1,3 miliar berpotensi merugikan daerah.
Proyek yang dibiayai dari APBD tahun 2022 di dinas pemuda dan olahraga (Dispora) tersebut berada di kelurahan Kolakaasi.
Potensi kerugian daerah dari proyek penimbunan sarana prasarana olahraga itu dikemukakan Herman Syahruddin dari LSM Lingkar Demokrasi Rakyat (LiDER) Sultra dan Amir Kaharuddin dari Wahana Rakyat Indonesia (WRI) Sultra.
Kesimpulan sementara atas potensi kerugian tersebut diketahui dari hasil pemantauan langsung LiDER dan WRI di lokasi proyek pada Senin (30/5/2022).
“Kita sudah turun langsung ke lapangan. Ada papan proyek nilainya lebih dari 1,3 miliar. Belum ada progres, baru tumpukan bahan turap,” ungkap Herman.
Herman dan Amir mengungkapkan, potensi kerugian daerah dimaksud berasal dari praktik mark up anggaran.
“Kita sudah telusuri ternyata proyek penimbunan itu dikerjakan oleh pihak lain atau disubkontrakkan. Anehnya proyek dimaksud ternyata dapat dikerjakan hanya dengan anggaran Rp 400 juta saja,” beber Herman.
“Kami punya informasi lengkap soal itu. Kesimpulannya potensi kerugian daerah sangat mungkin terjadi dari dugaan permainan mark up anggaran,” tambah Herman.
Pada kesempatan yang sama, Amir Kaharuddin membeberkan bahwa lelang proyek penimbunan sarana-prasarana olahraga di Dispora Kolaka tersebut dimenangkan oleh CV Raning Dwi Laksana yang selanjutnya ditetapkan sebagai pemegang kontrak.
“Ini adalah proyek lanjutan. Tahun sebelumnya dikerjakan oleh dinas PU Kolaka dengan nilai kontrak lebih dari Rp 1,2 miliar. Kelanjutannya dikerjakan tahun ini dengan kontrak dan rekanan yang berbeda,” ujarnya.
Selain melihat adanya indikasi mark up anggaran, Amir juga mempertanyakan status lahan yang diduga merupakan kawasan hutan bakau.
“Jadi pemilik proyek, dalam hal ini Dispora perlu menjelaskan apakah lokasi itu memang di luar kawasan bakau atau tidak,” katanya.
Terkait indikasi mark up pada proyek penimbunan prasarana olahraga dimaksud, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Yusrin Djafar menyatakan tidak mengetahui persis hal teknis terkait pekerjaan dimaksud.
Menurut Yusrin, selaku Pengguna Anggaran (PA) dirinya hanya menandatangani kontrak pekerjaan yang sebelumnya sudah didahului dengan penetapan pemenang tender.
“Saya hanya tandatangani kontrak. Tender sudah berjalan sesuai mekanisme di LPSE. Sebagai PA tidak mungkin saya tidak tandatangani kontrak. Pekerjaan dari April sampai Agustus. Bagaimana jalannya di lapangan, apakah pemegang kontrak memberikan pekerjaan itu kepada pihak lain itu kita tidak tahu. Itu tanggung jawab pemegang kontrak,” tegas Yusrin melalui sambungan telepon.
Tentang indikasi mark up, Yusrin menolak berkomentar lebih jauh.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang hal itu ia menyarankan menemui langsung perencana proyek.
“Saya malah baru tahu kalau proyek Rp 1,3 miliar itu bisa dikerjakan orang lain hanya dengan anggaran Rp 400 juta saja. Tapi intinya saya selaku PA hanya tahu nilai kontrak Rp 1,3 miliar. Soal teknis di lapangan orang lain yang kerja bukan lagi urusan saya. Pokoknya harus dikerjakan sesuai kontrak,” pungkasnya. (eat)