Laporan: Abdul Saban
SIBERKITA.COM, KOLAKA – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kolaka menggandeng Sulawesi Institute menyelenggarakan kegiatan rehabilitasi mangrove seluas tujuh hektar di desa Hakatutobu, kecamatan Pomalaa, Kamis (17/11/2022).
Direktur Sulawesi Institute, Erwin Indonesia mengungkapkan bahwa program ini merupakan wujud komitmen bersama antara para-pihak yang merasa prihatin terhadap degradasi ekosistem mangrove di pesisir kecamatan Pomalaa.
Aktivis WALHI ini menyebut, hutan mangrove menjadi salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir yang dalam masa pandemi ini merasakan dampak penurunan ekonomi yang paling signifikan.
Kondisi ekosistem mangrove yang kini semakin memprihatinkan tentu dapat mempengaruhi kehidupan khususnya bagi masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya
di daerah tersebut sebagai tempat mencari nafkah.
“Selain itu, kerusakan ekosistem mangrove dipesisir pantai dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak buruk bagi kelestarian ekosistem mangrove dan berkurangnya keaneragaman fauna itu sendiri,” ujar Erwin Indonesia.
Menariknya, program rehabilitasi mangrove yang dilakukan kali ini menggunakan skema pemberdayaan. Dimana 65 persen anggaran program disalurkan kepada masyarakat desa Hakatutobu melalui pembayaran upah kerja pembibitan dan pengadaan ajir hingga pelaksanaan kegiatan penanaman.
Saat ini, pihaknya bersama masyarakat telah melakukan penamanan 10 ribu pohon bibit mangrove. Program ini akan menanaman hingga 17 ribu pohon bibit mangrove pada lahan seluas tujuh hektar, dari luasan dua hektar yang ditargetkan oleh Dinas Pembedayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kolaka.
Sulawesi Institute sendiri merupakan lembaga Pelaksana Swakelola Tipe III pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kolaka, di wilayah DesaHakatutobu, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara untuk program penanaman mangrove.
Lembaga ini merupakan salah satu jejaring WALHI Sultra dan fokus pada kegiatan pemetaan, pemberdayaan masyarakat untuk kehidupan berkelanjutan serta pendampingan hak-hak masyarakat adat di Sultra.
Erwin berharap, penanaman mangrove ini dapat menjadi stimulus perekonomian bagi masyarakat di sekitar ekosistem mangrove, sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi nasional, melalui pemberian kesempatan untuk berusaha dan melakukan aktivitas yang dapat memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat sekitar ekosistem mangrove.
Erwin juga menjelaskan, selain sebagai upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional, kegiatan penanaman mangrove juga menjadi bagian dari corrective measures di era Kabinet Kerja 2019 – 2024 to make real and shape the future.
Hal ini dilakukan antara lain melalui upaya pengendalian perlindungan dampak perubahan iklim secara fisik, pemanfaatan ekonomi secara berkelanjutan, keberpihakan kepada masyarakat dan masyarakat sebagai driver pembangunan, penguatan kapasitas kelembagaan di tingkat tapak dan grass root/kelompok, dan pengamanan ekosistem melalui kegiatan penanaman.
“Penerima manfaat langsung dari kegiatan ini berjumlah 75 orang yang terdiri dari 25 orang ibu-ibu. Sedangkan 65 persen anggaran yang digunakan dialokasikan kepada masyarakat desa Hakatutobu,” jelasnya.
Pelaksanaan program ini mendapat apreasiasi dari Wakil Bupati Kolaka, Muhammad Jayadin. Menurutnya, skema pemberdayaan yang dilakukan oleh Walhi Isnstitu dalam program penanaman mangrove tersebut merupakan contoh strategi pendampingan masyarakat yang perlu diterapkan oleh semua instansi pemerintah di Kolaka.
“Skema ini sangat baik sekali, manfaatnya dirasakan langsun oleh masyarakat. Selain itu, dengan anggaran Rp270 juta, mereka mampu merehabilitasi tujuh hektar kawasan mangrove. Ini luar biasa,” puji Jayadin.
Menurutnya, skema pemberdayaan yang dilakukan oleh Sulawesi Insititu ini sangat efisien dan masyarakat sekitar merasakan langsung menfaatnya. Sebab, mulai dari pengadaan bibit, pengadaan ajir, hingga pelaksanaan kegiatan penanaman, pihak Sulawesi Institute menggunakan tenaga masyarakat setempat.
“Sehingga, sebagian besar anggaran program ini dirasakan langsung oleh masyaraka. Coba kalau kita pakai sistem tender, kemungkinan yang rasakan manfaat langsunya adalah pengusaha itu sendiri. Selain itu, luasan areal penanaman mangorve mungkin tidak lebih dari dua hektar,” jelas Jayadin.
Dalam kesempatan itu, Jayadin juga mengajak masyarakat untuk mulai menata kawasan mangrove yang ada di sekitarnya agar ekosistem pesisir dapat pulih kembali. Sebab, mangrove bisa menjadi areal rekreasi serta sumber ekonomi langsung bagi masyarakat. (*)