SIBERKITA.COM, KOLAKA–Bupati Kolaka Ahmad Safei tetap kukuh pada keputusannya memberhentikan Poitu Murtopo dari jabatan Sekda.
Ia menilai keputusan untuk memberhentikan Poitu dari jabatan Sekda, dan memutasinya ke jabatan staf ahli bupati sudah sesuai dengan prosedur tanpa ada tendensi lain.
Jika belakangan ada pihak yang menganggap itu tidak sejalan dengan aspirasi atau peraturan perundang-undangan, ia mempersilahkan untuk mengajukan keberatan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), atau langsung kepada gubernur.
Bahkan, jika masih merasa belum yakin dengan jawaban KASN atau gubernur, ia mendorong masyarakat melakukan gugatan administrasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Penegasan tersebut disampaikan Ahmad Safei di hadapan pengunjukrasa dari Gabungan Masyarakat Adat Tolaki Mekongga “Mepokoaso” yang menggelar aksi di kantor bupati Kolaka, Senin (20/2/2023).
Dikatakan Safei, jika nantinya KASN, gubernur, atau PTUN memerintahkan jabatan Sekda dikembalikan kepada Poitu Murtopo, maka dengan penuh kesadaran ia akan patuh.
“Sebenarnya kami juga merasa bahwa apa yang kami lakukan semua atas izin dan petunjuk KASN dan sudah dikonsultasikan kepada pak gubernur,” tegasnya.
“Tapi jika nantinya keputusan KASN atau keputusan gubernur atau PTUN, apakah keputusan itu mengembalikan pak Poitu (pada jabatan Sekda) atau bagaimana maka saya selaku bupati akan patuh. Tapi sekali lagi semua harus melalui proses hukum yang ada,” tambahnya.
Ditambahkan Safei, sebenarnya ia telah berupaya bermohon kepada gubernur Sultra untuk membuka “ruang” bagi Poitu Murtopo untuk mendapatkan jabatan setara eselon IIa di Pemprov Sultra.
Namun sayang, upaya itu gagal karena hingga kini tidak ada posisi lowong di Pemprov Sultra.
“Jadi saya putuskan, untuk sementara biar staf ahli di Kolaka dulu karena kalau tidak dapat jabatan maka otomatis pensiun,” ungkap Safei.
Untuk diketahui, aksi unjuk rasa yang digelar oleh Gabungan Masyarakat Adat Tolaki Mekongga “Mepokoaso” adalah imbas dari pemberhentian Poitu Murtopo dari jabatan Sekda.
Pengunjukrasa menilai, mutasi terhadap Poitu sarat dengan kepentingan politik, dan cacat hukum administrasi negara.
Dalam pernyataan sikapnya, Gabungan Masyarakat Adat Tolaki Mekongga “Mepokoaso” bahkan menilai adanya perlakuan tidak adil terhadap Poitu Murtopo yang terkesan dipaksa menjalani uji kompetensi.
Padahal menurut undang-undang Nomor 5/2014 tentang ASN, seorang Sekda atau pejabat tinggi pratama yang telah menjabat 5 tahun dapat diperpanjang kembali tapi cukup dengan evaluasi kinerja.
Lebih jauh mereka juga membandingkan beberapa pejabat lain di lingkup Pemda Kolaka yang ternyata tidak melalui proses uji kompetensi meski telah menduduki jabatan lebih dari 5 tahun.
“Nyatanya, kepala Bappeda yang sudah menjabat lebih dari 7 tahun belum melakukan evaluasi kinerja,” ungkap salah seorang koordinator aksi, Jabir Luhukuwi.
Tidak hanya Kepala Bappeda, dalam pernyataan sikap “Mepokoaso” juga mencontohkan kepala dinas perpustakaan dan kearsipan, Djamaluddin Sise tidak pernah menjalani uji kompetensi.
Dalam tuntutannya, Mepokoaso juga meminta bupati dan Kepala BKPSDM Andi Wahidah membuktikan adanya perintah atau hasil konsultasi tertulis pada KASN dan gubernur yang dijadikan dasar mencopot Poitu Murtopo dari jabatan Sekda Kolaka.
Terkait posisi Sekda yang kini dijabat seorang pelaksana harian, Mepokoaso juga mendesak bupati untuk tidak mengaktifkan Drs Wardi selaku pelaksana harian, sebelum ada perintah atau rekomendasi dari gubernur.
Khusus kepada DPRD, pengunjukrasa mendesak Ketua DPRD Saefullah Halik segera bersikap dengan menggunakan hak interpolasi terhadap bupati.
Sebelum ditemui oleh bupati, 5 koordinator unjukrasa dari Mepokoaso, yang terdiri dari Tamalaki Wonua Mekongga, Tamalaki Kongga Momea Sultra,
Tamalaki Kinea Mekongga,
Tamalaki Taauno Tolaki Sultra, Forsda Kolaka, dan
Persatuan Mahasiswa Tolaki menggelar orasi di depan gerbang kantor bupati.
Kericuhan sempat terjadi ketika keinginan pengunjukrasa untuk bertemu langsung bupati tiba-tiba menerobos barikade pengamanan polisi.
Mereka masuk ke area kantor Pemda, dan mencoba mendatangi kantor BKPSDM.
Meski akhirnya berhasil ditenangkan, suasana di lokasi kantor Pemda Kolaka sempat beberapa kali memanas, terutama ketika beberapa peserta aksi terlihat berdarah.
Sebagian dari mereka terprovokasi untuk melakukan tindakan anarkis dengan memecahkan beberapa kaca dan properti yang ada di kantor Pemda Kolaka.
Pada dialog antara bupati dengan para pengunjukrasa disepakati 2 keputusan. Dua kesepakatan tersebut yakni, tidak mengaktifkan Drs Wardi sebagai pelaksana harian Sekda, serta akses bagi 13 perwakilan pengunjukrasa untuk menemui pejabat KASN.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Kolaka memberhentikan Poitu Murtopo dari jabatan Sekda Kolaka, dan memutasinya ke posisi staf ahli bupati.
Keputusan itu diambil dengan alasan sejak menjabat Sekda selama lebih dari 9 tahun 8 bulan Poitu Murtopo tidak pernah mengikuti seleksi/uji kompetensi.
Terkait pemberhentian dirinya dari jabatan Sekda, Poitu Murtopo yang dihubungi melalui sambungan telepon akhir pekan lalu menolak berkomentar.(eat)